No Money No Friends ?
Seorang customer meminta saya untuk mengaktifkan orderan terlebih dahulu. Dia bilang “buru – buru, nanti saya transfer bersamaan dengan pembelian berikutnya”. 1 bulan berlalu, tapi tidak ada kabar kapan akan dibayar. Dan tiba-tiba order lagi serta meminta dibuatkan invoice jadi satu dengan yang sebelumnya. 1 bulan berlalu, tidak ada kabar juga tentang pembayaran invoice tersebut.
Sedikit kesel lalu saya tanya “kapan mau dilunasi?”. Katanya akan dilunasi tanggal sekian. Setelah deadline berlalu, tidak ada kabar juga. Di bbm juga tidak dibalas. Akhirnya servicenya saya matikan.
Setelah dimatikan, baru deh komplain “kok disuspend sih? Emang no money no friends!”.
Sebagai seorang profesional yg mengeluarkan cost dan effort utk setiap pekerjaan maupun layanan, cashflow harus tetap jalan. Sekalipun itu customernya adalah teman sendiri, harus tetap tegas dengan kasih.
Membiasakan untuk disiplin itu penting!
No Money No Service
Read MoreMaksimalkan yg sudah ada
Seringkali ketika kita sudah memiliki usaha atau bisnis, kita tergoda untuk mencari peluang lain. Godaan itu muncul ketika omset usaha mengalami stagnasi maupun kita sudah mulai bosan.
Rasa bosan itu sangat manusiawi terjadi. Bagaimana tidak bosan kalau kita selalu melakukan hal yang itu itu saja.
Kalau kita memulai usaha baru, tentu saja kita harus memulai semuanya dari nol jika kita tidak membeli sistem yang sudah jadi dan terbukti berhasil. Mulai dari riset, permodalan, tim, marketing dll. Kecuali mungkin kalau kita hanya menanam modal saja sedangkan orang lain yang menjalankannya.
Kita tidak bisa mengharapkan hasil yang berbeda jika dilakukan dengan cara yang sama. Harus ada riset terus menerus agar hasilnya terus meningkat.
Memaksimalkan apa yang sudah dijalankan tentu jauh lebih mudah ketimbang memulai usaha baru. Hal ini sama saja halnya dengan menjual ke pembeli lama jauh lebih mudah ketimbang mencari pembeli baru.
Read MoreSetiap orang selalu ingin “diwongke”
Ada sebuah bus jurusan surabaya – banyuwangi. Seperti biasa bus antar kota tersebut selalu full musik. Tapi ada yang membuat heran dan kagum yaitu ketika sang sopir mengecilkan suara musiknya tatkala ada seorang penumpang yg tengah menerima telfon. Sopir dan kru menaruh rasa “respek” thd penumpangnya. Rupanya ini sudah menjadi kebiasaan mereka. Dan inilah yg membuat para penumpang jadi setia.
Siapa sih yang tidak ingin dihormati atau diwongke (bahasa jawa = dimanusiakan) ?
Ketika sedang ada tamu di kantor, apakah anda akan mengangkat telfon lalu berbicara keras-keras di depan tamu? Atau yang lebih parah lagi adalah merokok di depan mereka?
Respek adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap orang agar merekapun akan mendapat respek pula. Hal ini harus didoktrinasi kepada setiap karyawan dalam memperlakukan klien. Tanpa disadari sebenarnya ini adalah kegiatan marketing yang ampuh dengan cost yang sangat kecil.
Tahan dulu emosi anda ketika menghadapi pembeli yang bawel. Tetap hormati dan hargai mereka dengan mengatakan “maaf” dan “terima kasih atas masukannya”.
Read MoreOrang itu yang dipegang adalah omongannya
Malam ini ketika saya membantu suami melayani pelanggan, ada hal yang mengingatkan kami bahwa setiap apa yang kita katakan itu merupakan sebuah “janji”, bukan omong kosong belaka.
Pelanggan itu meminta kami untuk mengecek webnya. Dikarenakan suami sedang sibuk, maka kami bilang bahwa jam 10 malam baru kami bisa bantu. Dan pelanggan itu bilang : “baik, saya tunggu janjinya”.
Mendadak kami terperangah “wow, janji ? Siapa yang bilang janji? Kita tadi kan tidak bilang pasti jam 10 ? Bisa jadi lebih dari jam itu”. Kami merenung sesaat. Oh iya, kami diingatkan lagi bahwa setiap omongan jangan “sia-sia” dikatakan, tapi harus ditepati.
Saya bersyukur diingatkan kembali tentang hati-hati dalam setiap perkataan. Sekali kita tidak bisa menepatinya, maka berkurang sudah kepercayaan orang terhadap kita.
Hal ini juga sering saya alami ketika menjadi customer. Baru-baru ini saja ada seorang marketing perumahan yang tidak bisa memegang omongannya. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak akan mengecewakan customer dengan menyerahkan kavling yang dijual itu ke orang lain. Tapi ternyata belum juga fix harga upgrade bangunannya diserahkan ke kami, kavling tersebut sudah diserahkan ke pembeli yang lain.
Rasa kecewa memang berkecamuk. Tapi saya sudah rasa dari awal memang hal ini sangat mungkin terjadi. Seharusnya marketing tersebut mengatakan bahwa agar tidak diambil pembeli yang lain, maka kami harus membayar booking fee. Tapi beliau tidak mengatakan demikian. Beliau mengatakan bahwa harus memberi uang muka tanda jadi (deal) dulu. Padahal harga upgrade belum fix, bagaimana memberi tanda jadi?
Ah tapi tidak mengapa. Saya sangat paham akan kejadian seperti akan pasti terjadi.
Hal lain juga pernah terjadi dengan sebuah penjual jasa. Beliau mengatakan bahwa paling lambat 1 bulan jadi. Tapi ketika 1 bulan berlalu, beliau mengatakan bahwa sedang sibuk karena keluarga dari luar negeri sedang datang. Sehingga diusahakan 1 bulan ke depan akan jadi. 1 bulan berlalu ternyata belum jadi juga. Beliau beralasan bahwa baru saja kecelakaan. Akhirnya diminta deadline, tapi beliau tidak bisa memberikan deadline. Hmmm
Kalau memang tidak bisa menyelesaikan, harusnya bilang saja daripada harus berkelit terus. Saya sebagai kustomer sudah berusaha menahan diri agar tidak bawel serta berusaha memahami permasalahannya.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Kepercayaan bisa hancur gara-gara ingkar janji. Pintu maaf selalu ada, tapi mungkin tidak bisa bekerjasama lagi.
Kesimpulannya : pegang perkataan Anda, jangan hanya membual.
Incoming search terms:
- orang itu yang dipegang omongannya
- orang yang tidak bisa dipegang omongannya
- omongan tidak bisa dipegang
- kata omongan tidak bisa dipegang bergambar
- manusia itu yang dipegang omongannya
- laki laki itu yang dipegang omongannya
Recent Comments